terpikir sarjana hukum dan pendapatnya

Dua hari ini aku mengikuti sebuah pelatihan yang diselenggarakan kantor. Judulnya Legal Drafting. Materi dan tujuan diadakannya pelatihan kurang lebih, bagaimana menyusun sebuah peraturan. Keikutsertaanku, karena kebetulan aku ditugaskan pada divisi yang banyak bersinggungan dengan peraturan. Meskipun peraturan tersebut mengikat pada kalangan terbatas. Perusahaan Tercatat.

Hari pertama pelatihan, lebih membahas bagaimana menyampaikan sebuah gagasan. Komunikasi tepatnya. Barulah di hari kedua, pelatihan masuk kepada teknis. Peraturan itu sendiri. Sama seperti diriku, sebagian (besar) peserta pelatihan tidak memiliki latar belakang pendidikan bidang hukum. Bukan sarjana hukum. Keikutsertaan kami, sekali lagi, semata karena masing masing sering bersinggungan dengan peraturan dan penerapannya.

Sesi kedua pelatihan di hari kedua membicarakan bagaimana susunan sebuah peraturan. Pemateri menyampaikan bahwa apa yang kami miliki, memiliki bentuk dan susunan yang tidak biasa. Meskipun beliau tidak menyebut bahwa hal itu salah. Karena, setelahnya beliau menyebut, banyak peraturan lain yang memiliki bentuk serupa. Dan itu sah sah saja.

Entah diawali oleh komentar peserta yang mana, diskusi menjadi ramai. Sebagian mengamini pemateri. Sebagian menanyakan bagaimana seharusnya. Sebagian kecil menyebut, bahwa aturan yang ada dan sang pemateri sebutkan, tidaklah seperti itu. Seingatku, diskusi yang terjadi baru pada apa yang harusnya awal disampaikan. Kalau menganalogikan banyaknya materi yang akan disampaikan adalah sebanyak slide power point yang dipampangkan di depan, diskusi seru ini berada pada slide kedua atau ketiga. Jadi memang masih awal sekali. Serunya diskusi membuat waktu terbuang. Sebagaimana biasa, hari Jumat adalah hari kerja yang pendek.

Yang aku sayangkan dari pemateri hari ini adalah, beliau ternyata tidak bisa menerapkan apa yang disampaikan oleh pemateri hari pertama yang membicarakan komunikasi. Beliau tidak mengemas materi yang dibawakannya dengan baik sehingga yang mengemuka adalah, penilaian beliau terhadap aturan yang kami punya. Meskipun akhirnya beliau menyampaikan bahwa apa yang disampaikannya bukan merupakan penilaian atas benar atau salah.

Sepertinya peserta juga sebagian memahami. Apalagi, latar belakang peserta yang tidak semuanya lulusan fakultas hukum. Namun yang sangat aku sayangkan, menanggapi diskusi yang berkembang, sang pemateri sampai melontarkan kalimat,”kalau memang begitu,untuk apa saya di sini?”. Hei?! Bukankah tugas sampeyan sudah jelas dalam kontrak kerja sama penyelenggaraan pelatihan. Dan bukankah seharusnya, sampeyan bisa mengarahkan peserta. Karena sampeyan berada di depan, bukan hanya sebagai pemateri. Namun juga sebagai pemimpin semua peserta, mau dibawa kemana semua peserta yang ada di ruangan. Apakah akan tetap pada pengetahuannya yang ada selama ini, atau bergerak ke arah bagaimana peserta mendapat sesuatu yang baru?

Tindakan yang dilakukan pemateri tersebut, harusnya tidak terjadi bila beliau memahami benar materi komunikasi yang disampaikan di hari pertama. Bagaimana membungkus sebuah informasi agar tidak terkesan negatif. Apalagi informasi ‘negatif’ tersebut disampaikan kepada pemilik sesuatu yang dianggap ‘negatif’. Menurutku, wajar saja kalau ada pandangan berbeda atas sebuah hal. Karena tidak semua orang memiliki pemahaman yang sama. Satu hal lagi, beliau sempat melontarkan kalimat bahwa beliau juga seorang dosen. Seorang guru. Posisinya yang seorang guru semakin membuatku merasa, tidak selayaknya beliau menunjukkan sikap reaktif dan terkesan negatif.

Sang pemateri menyebutkan bahwa sistematika peraturan yang kami miliki, berpotensi membuat bingung pembaca. Yang terpikir bagiku saat berada di ruangan adalah, sebuah aturan yang sistematikanya sudah baku saja bisa menimbulkan perbedaan pada saat membacanya. Dan dengan segala hormat kepada seluruh Sarjana Hukum yang ada, dengan mengasumsikan bahwa beliau memiliki latar belakang hukum, tepatnya seorang sarjana hukum, aku langsung teringat sebuah pameo yang menyatakan bahwa,”Jika ada dua sarjana hukum berkumpul, akan memunculkan tiga pendapat?” :D

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *