terpikir bukit duri, kelurahan di jakarta selatan yang dipindah ke jakarta timur

Bukit Duri merupakan nama sebuah kelurahan di Jakarta Selatan. Nama ini dipilih Joko Anwar, sebagai judul film terbarunya. Pengepungan Di Bukit Duri. Film yang mengambil tema thriller dan kekerasan. Bekerja sama dengan MGM Amazon, film ini mengambil setting tahun 2027.

Bercerita tentang seorang guru (Edwin diperankan oleh Morgan Oey) yang keluar masuk Sekolah Menengah Atas, untuk mencari anak dari saudaranya. Sekolah terakhir yang disambangin adalah SMA Duri Jakarta, yang (konon) terletak di daerah Jakarta Timur.

Film diawali dengan isah 17 tahun sebelumnya. Dimana kerusuhan terjadi di seluruh kota Jakarta. Mirip seperti yang pernah terjadi pada tahun 1998. Saat kejatuhan Presiden ke-2 Republik Indonesia. Sekilas kejadian ‘mirip’ pada tahun 1998 ituah yang menjadi latar belakang pencarian Edwin. Kerusuhan, penjarahan, dan perundungan berlatar rasial. Edwin merupakan keturunan Cina yang menjadi korban.

SMA Duri menjadi sentra cerita. Mungkin itu yang membuat judulnya agak tidak nyambung dengan kondisi sebagaimana kenyataan. Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Tapi mari kita terima saja.

Pencarian Edsin diwarnai dengan konflik dengan anak didiknya. SMA Duri dikenal sebagai sekolah yang menjadi tempat buangan. Siswa yang menjadi muridnya, dianggap sebagai warga kelas Bawah. Bertingkah sesukanya. Area sekolah digambarkan buruk sekali. Mirip suasana penjara. Jorok. Kotor. “Saya butuh guru yang berdisiplin tinggi”, demikian sambutan kepala sekolah kepada Edwin.

Film berjalan, kerusuhan sebagaimana 17 tahun lalu ternyata sedang terjadi saat itu. Mereka yang dari etnis Cina dianggap sebagai musuh dan harus dibenci, bahkan jika perlu dimusnahkan. Disapa ‘babi’. Dalam suasana kerusuhan dimana-mana itulah Edwin melakukan pencarian, hingga bertemu dengan Jeffri (diperankan dengan baik oleh Omara N. Esteghlal) seorang siswa yang dianggap sebagai kepala geng. Perseteruan mereka yang diawali dengan perkenalan yang tidak nyaman menjadi benang merah cerita. Perkenalan ala murid badung, dan sikap Edwin yang melayani Jeffri memicu dendam. Jeffri berusaha membalas Edwin yang dianggap mempermalukannya di depan siswa lain.

Sampai setengah jalan, skenario yang dibangun lumayan menarik. berhasil mempertontonkan perang batin dan dan adu akting antara Morgan dan Omara. Tentu saja dengan deretan peran pendukung lain yang tidak kalah. Dari segi artistik, film ini layak mendapat pujian. Layaknya film Joko sebelumnya, detail mendapat perhatian. Bagaimana suasana Jakarta pada tahun 2027 dengan MRT yang kumuh. Kebayang gak MRT yang kita kenal sekarang malah lebih jorok dari MRT di kawasan kumuh kota Amerika yang biasa kita lihat lewat film Holywood. Selain itu, setting kafe yang hingar binger dan berada di tengah kumuhnya ibukota juga menarik.

Dalam beberapa bagian, upaya menyelipkan latar belakang kisah pencarian menurutku lebay. Bagaimana ketika mereka dikepung dan berada dalam ketakutan, masih memiliki kesempatan untuk bercerita menyampaikan latar belakang semua yang terjadi. Selain itu, hamper sepanjang film berisi umpatan. Entah menyebut kelamin, menyebut hewan, bahkan istilah jalanan untuk hubungan suami istri. Terserah saja sih, untuk menggambarkan anak-anak yang salah didik, terbuang dan berada di tengah kerusuhan yang hampir setiap hari terjadi di seluruh kota Jakarta. Setengah film terakhir, buatku membosankan. Meski komentar yang beredar di media social menyatakan kagum. Kalau melihat ulasan yang beredar, mungkin pesan yang ingin disampaikan adalah jangan salah dalam mendidik anak. Karena hal tersebut bisa berakibat fatal pada masa yang akan datang.

Selain umpatan, film ini juga bergelimang darah dan luka. Dibutuhkan sikap bijak dalam menontonnya. Bukan untuk semua umur. Dan seperti biasa, Joko Anwar menyelipkan beberapa lagu dari masa lalu untuk ilustrasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *