Entah sudah berapa kali aku mendapat telepon yang menawarkan ‘peluang bisnis’ yang katanya menarik. Dari awal sang penelepon memperkenalkan diri dan menyebut nama perusahaan tempat dia bekerja, biasanya aku sudah bisa menebak mereka menawarkan investasi pada bursa berjangka. Segera setelahnya aku akan menolak secara halus penawaran proposal mereka.
Beragam alasan ‘logis’ bisa aku sampaikan untu menolak proposal bisnis yang akan ditawarkan. Alasan utama yang aku gunakan untuk menolak biasanya, aku akan bilang kalau aku bekerja di Bursa Efek Indonesia. Dengan demikian, aku katakan bahwa aku sedikit banyak paham yang mereka tawarkan. Dan kalaupun tertarik untuk berinvestasi di produk yang dia tawarkan, aku lebih memilih untuk berinvestasi di bidang yang aku pahami benar,ya investasi di saham atau efek.
Biasanya pemasar itu masih akan mencecar dengan menyebutkan perbedaan investasi di efek dengan investasi yang hendak ditawarkannya. Dan karena aku memiliki informasi berapa nilai investasi awal yang disyaratkan pada produk yang ditawarkannya, aku akan tetap menolak. Karena aku memberi perbandingan, bahwa investasi awal di bursa efek, cenderung lebih sedikit dari investasi awal di bursa berjangka.
Yang sering ditawarkan pemasar produk berjangka, terutama akhir akhir ini yang sedang marak adalah emas. Dan dibutuhkan dana seratus juta rupiah untuk mulai investasi. Berbeda jauh dengan investasi di bursa saham, yang bisa dimulai dengan dana sepersepuluhnya. Demikian memang kenyataannya. Sekarang banyak perusahaan efek yang menawarkan untuk mulai berinvestasi dengan dana atau deposit awal hanya sepuluh juta rupiah. Bahkan kalau tidak salah, aku pernah dengar ada yang mensyaratkan cukup setengahnya saja.
Mendengar argumentasiku, ada saja yang tetap kekeuh ingin ketemu dengan beragam dalih. Sekadar berbagi atau untuk saling ngobrol untuk menambah teman misalnya. Demi menghargai usaha mereka, biasanya aku akan minta mereka untuk datang ke gedung dimana aku bekerja. Dan aku selalu meminta mereka untuk datang tidak ke kantor. Aku lebih memilih untuk menemui para pemasar ini di sebuah kedai kopi di gedung kantorku, yang kebetulan sering aku singgahi.
Kalaupun pertemuan jadi terlaksana, biasanya bukan ngobrol yang kuinginkan yang terjadi. Mereka tetap dengan penawaran proposal bisnisnya. Kadang sedih juga melihat mereka gigih memasarkan produk yang mereka tawarkan. Sementara mereka tidak paham apa yang mereka jual. Pertanyaanku sederhana sederhana saja. Apa yang kalian tawarkan? Beberapa diantara mereka tidak bisa menyebutkan apa sebenarnya yang ditawarkan.
Yang lebih parah adalah pemasar yang kutemui terakhir. Menyerahkan kartu nama dengan jabatan manager, dia menyebut apa yang dijualnya berbeda dengan apa yang kantorku kelola perdagangannya. Kata dia “kalau di saham, bapak hanya mendapat keuntungan kalau harga saham naik” BAH! Jawaban yang diberikan mbak ini sudah salah kaprah,batinku. Sia sia dia datang menemuiku. Tetap saja dia tak bisa memberi gambaran apa yang hendak dijualnya.
Untunglah dia membaca gelagat bahwa tetap akan ditolak. Pertanyaan awal yang dia ajukan, yang katanya penting diketahui sebelum dia menerangkan proposal bisnis yang ditawarkan, adalah apakah aku tertarik pada apa yang ditawarkan. Dan sebagaimana jawabanku kepada mereka yang seperti dia dan sebelumnya menawarkan investasi di kontrak berjangka, aku tidak tertarik. Karena buatku, kalau memiliki dana seratus juta aku bisa berinvestasi di saham dan membuat protofolio yang cukup bagus (setidaknya menurutku). Kalaupun tidak investasi di saham aku bisa menyerahkan dana yang aku punya kepada manajer investasi pengelola reksadana. Atau kalaupun tertarik ikut keriaan fluktuasi harga emas, aku lebih senang membeli langsung emasnya daripada membeli sebuah kontrak yang hanya memberi hak kepadaku untuk membeli atau menjual emas pada masa yang akan datang, tanpa pernah melihat fisik emasnya.