terpikir film anak medan, mengobati rindu akan kota medan

PIM Pictures atau PT Pariban Indo Media, adalah sebuah rumah produksi (film) yang didirikan tahun 2018 oleh Agustinus Sitorus. Debut PIM dimulai dengan produksi film pertama mereka, “Pariban: Idola dari Tanah Jawa” tahun 2019. Film berlatar budaya Batak dan mengambil lokasi di seputar Danau Toba. Selanjutnya berturut-turut, PIM memproduksi “Harta, Tahta, Boru Ni Raja (2024)”, “Negeri Para Ketua (2024)”. Sependek pengetahunku, “Anak Medan, Cocok Ko Rasa” adalah produksi teranyar mereka. Dan ketika pemutaran Anak Medan, penonton sudah disuguhi trailer film baru mereka yang masih mengambil latar belakang Batak atau seputar Medan.

Film Anak Medan, sesuai judulnya berkisah tentang persahabatan empat anak Medan bernama Ucok (Maell Lee), Joko (Ady Sky), Rafly (Ajil Dito) dan Chisa (Mario Maulana Hazar) yang dimulai sejak SMA. Sebagaimana lazimnya anak yang baru lulus SMA, pergumulan mereka selanjutnya adalah mau kemana setelah SMA. Masing-masing mereka memilih jalan sesuai passion. Melanjutkan sekolah, melanjutkan hobi, atau merantau. Apa mau dikata, peristiwa setelah kelulusan, memupus mimpi salah satu mereka. Rafly harus mengubur mimpinya menjadi tentara.

Sentral cerita film berada pada Ucok Pardede. Dia yang tinggal bersama ibu dan kakak (ito)nya harus menghadapi pertentangan internal. Mereka ditinggal bapaknya, dan sekarang akan ditinggal oleh Ucok, untuk merantau. Cerita perjuangan di Jakarta (salah satu tujuan utama anak Medan dan anak daerah lain lain merantau). Berbekal pendidikan SMA, tidak banyak pekerjaan yang bisa dilakukan. Selain mengasong, ngamen, jualan sambil jaga parkir. Mocok-mocok, mungkin itu istilah pas anak Medan.

Masuk paruh kedua film, cerita kembali mengambil sentral kota Medan. Keempat anak Medan ini akhirnya bertemu lagi. Setelah lima tahun terpisah. Mungkin fokus cerita, akhirnya akan berfokus pada bagian ini. Bagaimana layaknya syair lagu Anak Medan yang terlebih dahulu ngetop.

“Sonang manang susah happy do di ahu. Biar kambing di kampung sendiri, tapi banteng di perantauan. Susah didonganku soboi tarbereng ahu”.

Secara cerita, memang sederhana saja. Lulus, merantau, berjuang, mentok, pulang kampung, happy ending. Soal pemain, mungkin tidak seterkenal film Pariban. Tanpa mengecilkan Maell Lee yang sudah tenar duluan sebagai youtuber. Atau Mak Gondut dan Maria Simorangkir, serta Stevan Pasaribu yang tampil sebagai “dirinya sendiri”, tidaklah terlalu mengganggu. Menurutku justru mereka menjalankan peran dengan baik. Keempatnya mewakili etnis yang ada di Kota Medan. Batak, Jawa, Melayu, dan Cina. Logat yang mereka lafalkan pas. Masih kental. Apalagi Mael Lee yang memang mengambil celah itu lewat youtube-nya selama ini. Tidak terkesan dipaksakan sebagaimana film lain, mungkin. Istilah-istilah yang sering digunakan anak Medan, akrab denganku. Beberapa sudut kota Medan yang dipilih sebagai lokasi shooting, memang menggambarkan Medan.

Justru kesederhanaan itu, menurutku menuntut skenario yang kuat. Terdapat beberapa adegan yang seolah ditempelkan. Bagaimana tiba-tiba rumah Rafly kedatangan seorang ‘ustad’ untuk menggambarkan terpatahkannya anggapan orang tua Rafly tentang kebaikan Rafly. Atau adegan delivery paket, untuk sekadar menampilkan cameo pejabat.

Selain itu, karena ini merupakan film drama komedi, ada bagian drama yang menurutku masih bisa dikembangkan lagi, untuk mengaduk-aduk emosi penonton. Adegan ketika keempatnya akhirnya bertemu lagi. Menurutku, jika dikembangkan dengan tambahan lebih banyak dialog untuk adu argumen sebelum akhirnya masing-masing dapat menerima, mungkin bisa mengundang haru. Untuk menggambarkan kentalnya persahabatan anak Medan. Sayangnya sutradara terburu-buru menyudahi adu argumen itu.

Ada satu hal yang menurutku sebagai anak Medan yang mengenal kota Medan, agak gimana. Bagaimana Ucok yang bertempat tinggal di jalan Pon III (yang berada di daerah Teladan), bersekolah di SMA 3 yang berada di daerah Pulo Brayan. Di saat zonasi bersekolah telah ditetapkan. Tapi itu tidak mengganggu jalan cerita. Mungkin dia pindah sekolah. Atau kerena hal lain. Masih okelah. Karena memang film tidak menyebutkan dia bersekolah dimana 😊

Salut untuk PIM Picture, yang mengulang film Pariban. Mohon maaf belum menonton dua film lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *