terpikir belajar adat dan budaya batak dari ngeri ngeri sedap

Siapa diantara kita yang belum menonton film Ngeri Ngeri Sedap (NNS) yang disutradarai bang Bene Dion? Atau siapa diantara kita yang sudah menonton sekali dan merasa perlu untuk menonton lagi. Sudah menonton sendiri dan merasa perlu untuk mengajak keluarga untuk bersama menonton lagi. Sudah menonton sendiri, sudah bersama keluarga, dan merasa perlu untuk menyarankan kepada orang lain untuk menonton film ini.

Tanggal 21 April 2022 kita mengundang bang Bene untuk sharing tentang film yang disutradarainya. Mungkin waktu itu kita masih belum memiliki bayangan film ini tentang apa. Bang Bene hanya menyampaikan film ini tentang keluarga pada umumnya. Hanya berlatarbelakang budaya Batak. Bang Bene juga menyampaikan bahwa beliau tidak ingin film ini dilihat sebagai film orang Batak. Namun dengan menonton film ini, setidaknya orang selain Batak atau orang (yang mengaku) Batak paham atau setidaknya belajar mengenai habatahon. Coba kita bedah perlahan.

Film dibuka dengan latar belakang alam tanah Batak. Suasana pinggiran Danau Toba yang oleh banyak orang dianggap sebagai kepingan surga. Yang kata bang Bene dan cast film NNS hanya perlu membawa kamera atau handphone berkamera, lalu jepret dan akan menghasilkan gambar yang indah. Bukit Holbung yang mencapainya perlu usaha yang tidak mudah, onan Balige dengan Balerong kebanggaannya, dan yang lain.

Suasana pesta adat Batak yang melibatkan dongan sahuta. Mempersiapkan makanan untuk pesta. Memasak saksang (atau @babiambo? :-) ) dalam kuali besar menggunakan sekop. Lupa apakah ditunjukkan detail bagaimana membagi makanan dan saksang tersebut kepada undangan. Apakah dalam ember plastik berwarna hitam atau ember bekas cat. Hanya ditunjukkan sepintas bagaimana kebiasaan membungkus makanan yang dilakukan emak-emak Batak, untuk anak di rumah (operasti plastik kata sebagian orang yang nyinyir). Bagaimana pesta adat tidak dilakukan di gedung mewah dan megah. Cukup membangun tenda di halaman rumah, menggelar plastik bekas karung beras yang disatukan menjadi tikar.

Juga bagaimana sebutan kepada kerabat (partuturon) bisa berbeda antara kerabat dari pihak orang tua laki-laki dengan kerabat dari pihak orang tua perempuan. Yang untuk gampangnya Sahat menggunakan istilah Bude yang dia pelajari dari tanah Jawa. Partuturan yang juga belum dipahami sepenuhnya oleh si neng, calon istri Domu. Sudah benar dia menyapa Amangboru kepada calon mertua laki-laki, namun dimentahkan lagi dengan menyebut Nantulang kepada calon mertua perempuannya. Padahal pasangan Amangboru adalah Namboru, dan Nantulang adalah pasangan dari Tulang,

Dikenalkan juga bagaimana konsep paidua ni suhut dalam film ini. Bagaimana pesta orang Batak bukan hanya milik keluarga “ring satu” semata. Suhut sihabolonan istilahnya. Namun melibatkan juga keluarga abang adik dari Bapak. Itu sebab undangan Batak membutuhkan halaman sendiri untuk menampung nama mereka yang dohot manggokhon (turut mengundang). Karena sejatinya pesta adat (Batak) bukan hanya milik orang tua kandung. Namun semua keluarga. Termasuk tulang. Karena mereka mendapat peran dalam dohot manghalashon (turut bersukacita) dalam undangan.

Soal peranti adat. Bukan soal indahnya ulos. Ulos yang berwarna-warni memang indah. Namun tidak semua ulos sama dalam penggunaan. Ada pakem tertentu yang harus diikuti. Ada ulos tertentu yang dipakai hanya kegiatan tertentu. Ada ulos tertentu yang hanya bisa dipakai oleh orang tertentu yang sudah menjalani proses adat tertentu. Seorang yang sudah bermenantu, tidak serta merta bisa menyematkan ulos punsa (dibaca pucca) atau ragiidup di pundaknya ketika dia belum pernah menermia ulos pansamot. Ketika dia belum pernah menikahkan anaknya dalam suatu upacara pesta unjuk. Ulos mangiring biasa diserahkan ketika ada anak tardidi misalnya. Dan seterusnya.

Diluar dari adat tersebut (yang berhubungan dengan kegiatan atau prosesi adat), dikenalkan juga adat atau kebiasaan orang Batak di Bona Pasogit. Bagaimana bapak-bapak berkumpul, bersenda gurau, bernyanyi dan membahas dunia sampai mengukur langit di lapo tuak. Yang kadang belum pulang sebelum mulai tenggen atau dijemput pardijabu (istri). Yang ketika dijemput, meruntuhkan wibawa si Bapak sampai ke titik nadir. Bagaimana ungkapan disekolahkan babi ternyata ada. Karena orang tua Batak menyekolahkan anak-anaknya sampai ke pulau Jawa hanya dengan beternak babi. Anakhonki do hamoraon di ahu.

Semuanya itu, keindahan alam Toba, keunikan budaya, kekuatan pemain dalam Ngeri Ngeri Sedap, berbuah sedap malam ini 12 Juni 2022. Penontonnya tembus sejuta! Angka yang cukup fantastis. Karena target 500 ribu menurut koh Ernest Prakasa sudah merupakan target optimis.

Selamat bang Bene Dion Rajagukguk! HORMAS!!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *