Bagi warga Dalihan Na Tolu (orang Batak), terutama yang sering mengikuti pesta unjuk (pesta pernikahan Batak) pasti paham ada beberapa peran yang ambil bagian (setidaknya disebutkan) dalam pesta tersebut. Beberapa diantaranya seperti, Simanggokhon, Simolohon, Sijalo Bara, Sihunti ampang, dan seterusnya.
Dari beberapa peran tersebut, sebagian besar melekat pada pria saja. Cuma satu pasangan yang masing-masing dari pasangan tersebut punya sebutan berbeda. Dan uniknya, pasangan tersebut dari kelompok boru. Bukan dongan tubu, apalagi hula-hula. Biasanya sihunti ampang adalah iboto (saudara perempuan) dari pengantin laki-laki. Bila tidak ada yang kandung, diambil dari among (bapak) na marhaha-marangi. Jika tetap tidak ada, ditingkatkan kepada namboru pengantin laki-laki.
Untuk prianya, mereka mendapat gelar (disebut) boru na marlopes. Intinya ada pada kata lopes yang berarti sarung (untuk laki-laki). Perannya semacam koordinator boru yang marhobas dalam kegiatan pesta. Dialah yang seharusnya mengorkestrasi boru marhobas selama acara tersebut. Mulai dari manjalo tandok dan dengke ketika hula-hula memasuki huta, rumah atau venue acara hingga ketika ulaon paulak une yang kalau di Jakarta atau perantauan dilaksanakan bersamaan dengan pesta unjuk (ulaon sadari). Peran yang lebih terlihat adalah ketika terjadi pembicaraan (marhata) antara pihak paranak dan parboru membicarakan sinamot (somba ni adat, simba ni uhum). Perannya memang terlihat seperti sekadar mengantar microfon. Namun sebenarnya pada kesempatan itulah peran dan kedudukannya sebagai boru di keluarga terlihat.
Sementara untuk perempuan, disebut sihunti ampang (yang mengangkat ampang). Ampang adalah bakul berbentuk segi empat terbuat dari rotan. Biasanya dalam ampang yang dihunti (diangkat di atas kepala) itu, diisi dengan juhut (lauk) sebagai bahan untuk santapan bersama kedua belah pihak dalam acara marsibuhabuhai (pembukaan rangkaian acara adat pernikahan Batak).
Peran sebagai sihunti ampang ini hanya muncul pada keluarga paranak. Pihak keluarga pengantin pria. Tidak pada parboru. Selain itu peran ini berfungsi hanya pada acara atau ulaon alap jual. Ketika yang menjadi tuan rumah (bolahan amak) adalah pihak parboru (pengantin perempuan). Jika rumang ulaon adalah taruhon jual (pesta di paranak) sebutan ini hanya sebatas sebutan saja. Tidak ada proses manghunti ampang. Karena acara tidak dimulai dengan masibuha-buhai. Di tano parserahan (tanah perantauan, di luar kampung halaman) prosesi yang biasanya membuka rangkaian acara hari itu, ‘hanya’ disebut dengan sarapan pagi. Kedua belah pihak bertemu di satu tempat yang biasanya ‘netral’. Bukan di alaman paranak atau bukan di alaman parboru. Biasanya agar ringkas, diselenggarakan di aula gereja tempat dimana pemberkatan akan dilakukan.
Meski demikian, saat pesta berlangsung peran lain tetao berjalan. Biasnya boru na marlopes tetap mengbil peran membantu hula-hulanya. Demikian juga ketika proses mangulosi. Mereka akan mendapat ulos dari parboru.