Seragam biasanya disematkan pada sesuatu yang sama jenisnya, sama ragamnya. Namun dalam keseharian, lebih sering dipakai dalam menyebut perangkat pakaian standar yang dikenakan oleh anggota sebuah organisasi atau kelompok, ketika yang bersangkutan beraktifitas pada organisasi atau kelompok tersebut.
Konon, salah satu pengguna awal seragam sebagai sebuah pakaian adalah tentara Kekaisaran Romawi. Belakangan, seragam dikenakan oleh angkatan bersenjata dan organisasi layaknya militer seperti polisi atau satuan pengamanan. Selain itu, juga pelajar atau siswa, hingga sebagian mahasiswa. Selain itu, ada juga pengguna seragam diluar dari yang disebutkan sebelumnya. seperti misalnya di Indonesia, seragam digunakan oleh Pegawai Negeri sipil, pegawai layanan masyarakat seperti rumah sakit, misalnya, bahkan penghuni penjara di beberapa negara. Dalam bidang olah raga, terutama yang mempertandingkan kelompok atau regu, seragam juga digunakan. Sepakbola, basket atau volley merupakan, beberapa contoh.
Sesuai namanya yang menunjukkan kesamaan ragam, seragam memiliki beberapa pengaruh kepada pemakainya. Sebutlah misalnya rasa bangga. Masih lekat dalam ingatan bagaimana stadion utama Senayan, dipenuhi oleh ribuan penonton yang menggunakan kaos atau pakaian berwarna merah sesuai warna seragam tim nasional sepakbola kita saat bertanding dalam kejuaraan sepakbola Asia Tenggara. Aku yakin, tidak ada rasa lain selain rasa bangga mengenakannya. meski akhirnya tim nasional yang didukung harus mengakui keunggulan lawan.
Pengaruh berikutnya adalah, rasa setia kawan. Solodaritas! Pada masa lalu dimana penduduk kota Jakarta hampir setiap hari melihat tawuran antara pelajar, aku pikir rasa itulah yang muncul diantara pelajar yang tawuran itu. Bagaimana sebuah tawuran terjadi, hanya karena pertengkaran kecil diantara dua orang pelajar (sekadar menyebut contoh) dari dua sekolah berbeda, sehingga ‘terpaksa’ melibakan puluhan bahkan ratusan pelajar lain. Pernah muncul wacana untuk meniadakan seragam pelajar untuk meminimalkan tawuran yang terjadi.
Pengaruh berikutnya, mungkin adalah perasaan setara. Bagaimana seorang kopral atau prajurit dengan pangkat paling rendah dalam militer atau kepolisiam, menggunakan pakaian yang sama warna dan bahannya dengan pemimpinnya yang berpangkat jenderal!Pembeda mereka hanyalah pangkat yang tersemat di pundak atau lengan masing-masing.
Setidaknya, dari tiga pengaruh yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan seragam tersebut, sangat masuk akal apabila beberapa perusahaan mengikuti dan membuat kebijakan penggunaan seragam kepada karyawannya. Diharapkan, apabila seluruh anggota organisasi (perusahaan dalam hl ini) menggunakan seragam yang sama tanpa ada pembedaan, rasa solidaritas, rasa setara dan rasa bangga telah menjadi bagian dari perusahaan. Tentu saja dengan catatan, bahwa semua anggota organisasi menggunakannya dengan sukarela tanpa ada kesan terpaksa.