Aku sampai bertanya pada seorang teman sambil menunjukkan foto buahnya, untuk meyakinkan nama buah ini apa. Yang selalu terngiang di kepalaku namanya Roppah. Ya! Itulah nama yang selalu aku ingat. Terbawa dari masa kecilku di Kabanjahe, ibukota Kabupaten Karo di Sumatera Utara.
Waktu itu di seberang rumah kami ada tetangga yang menanamnya. Karena tumbuhannya menjalar, oleh pemilik dibuatlah beberapa tiang dari bambu untuk tempat pohon buah itu menjalar. Ketika bermain atau mengeringkan benang gelasan diantara tiang bambu itu, kerap aku melihat buah Roppah atau Labu Siam itu berjatuhan di tanah. Selanjutnya buah yang berjatuhan itu akan dikutip oleh pemiliknya untuk kemudian digunakan sebagai makanan ternak. Babi tepatnya. Karena tinggal di kampung, itulah ternak yang diberi makan buah labu itu.
Labu Siam yang aku kenal sejak kecil hanya sebagai makanan babi. Jarang melihatnya digunakan sebagai sayuran. Berbeda dengan kenyataan yang aku temui setelah merantau ke pulau Jawa ini. Oleh penduduk di Jawa, mungkin Jawa Barat lebih tepat, buah yang sama dibuat sebagai lalapan. Memang bukan buah sebagaimana dulu aku lihat ketika kecil. Karena yang dibuat sebagai lalap setelah (boleh juga) direbus terlebih dahulu, masih berukuran kecil kecil. Yang aku cukup ingat pucuk daunnya lah yang pernah aku santap sebagai sayur. Dengan diberi santan, mungkin mirip seperti sayur pakis kalau di Jawa.
Sedang menyantap makanan ternak babilah yang terpikir olehku siang ini. Ketika aku dibekali ‘sayur’ sama dari rumah untuk bekal makan siang 🙈