terpikir menjadi manusia indonesia

Menarik membaca kalimat pembuka dari hikmah di Republika tanggal 4 Agustus 2003 lalu yang mengatakan, “bahwa anak akan tumbuh sebagaimana lingkungan mengajarinya“. Membalik koran ini, aku menemukan satu artikel resonansi di halaman belakang.

Meski tidak berhubungan secara langsung, aku merasa apa yang ingin dicapai dengan kalimat, “Lebih baik jadi tukang sapu langgar di pojok desa yang tiap napasnya bershalawat, tiap suap makannya adalah hasil kerja jujur berbasmallah, dan tiap katanya bersama senyum berhamdallah” bisa dicapai bila kita [atau para orang tua] menjalankan kalimat dari Dorothy Low Nolte dalam Children Learn What They Live With di atas.

Aku yakin, pasti banyak yang tidak meragukannya. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, berapa banyak orang yang mampu mengambil sikap seperti layaknya tukang sapu di atas di negara Indonesia tercinta ini ? Pasti semua orang tua mengajarkan yang terbaik buat anak-anaknya. Cuman, lingkungan yang mengajari anak bukan hanya di keluarga. Bisa di sekolah atau kampus kalau masih sekolah atau kuliah. Di kantor kalau dia sudah bekerja.

Apakah yang diajarkan oleh lingkungan kita kalau melihat ST MPR di teve, wakil kita tidur atau bolos saat sidang. Membaca koran, yang ada hanyalah trik politikus agar tetap berkuasa. Membaca majalah, diberitahu kalo negara ini masih di peringkat pertama untuk urusan korupsi.

Dipos di Tak Berkategori

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *