terpikir mengenalkan budaya pada anak

Kemarin, sesuai janji aku mengajak dua jagoan sekadar window shopping ke Plasa Semanggi. Sebenarnya, menunaikan janji kepada Yeremia. Karena sebelumnya dia menagih untuk Sabtu berenang dan Minggu ke Plasa Semanggi. Alasannya, mau beli game untuk PSP Go yang dia punya. Sudah seminggu dia pengen main game pesawat. Mencari di internet tidak ketemu.

Begitulah, petualangan kami bertiga usai sekitar pukul 17.00 sore. Kamipun beranjak pulang. Dengan dua jagoan masing masing menenteng plastik belanjaan Centro. Berisi mainan masing-masing. Abang Yeremia dengan action figure, Ben-10 dan adek Gabriel dengan dua pesawat kecil Transformer.

Seperti biasa, AvanzaHitam tidak lupa memperdengarkan i-radio. Yeah, karena papinya mereka terlalu suka dengan musik Indonesia. Eh, gak terlalu persis begitu alasannya. Karena papi mereka tidak terlalu mengerti lagu berbahasa asing tepatnya.

Keluar tol Jatiwaringin, tibalah waktu Magrib. Radio segera berganti dengan musik dari flash disk. Dan pilihan pertama papi Yeremia, selalu musik Batak. Tentu saja dari Viky Sianipar. Memutar lagu dari album Tobatak yang sudah dikonversi bentuknya menjadi MP3.

Tanpa diduga, abang Yeremia turut menyenandungkan lagu Boan Ma Salendang. Lagu pertama yang diperdengarkan. Aku tahu, kalau Yeremia juga berusaha ikut melantunkan syairnya yang berbahasa Batak. Meski terdengar tidak pas dengan syair yang dinyanyikan, kedengaran kalau dia berusaha melagukannya. Iramanya dapat. Namun syairnya, belum. Bisa dimaafkan. Karena akupun belum terlalu hafal dengan syairnya, meski akupun turut melagukan bagian yang aku tahu syairnya.

Aku tak mau mengganggu dengan memberi komentar atas senandung anak buha bajuku itu. Aku biarkan dia melagukan sesukanya. Sambil di antara lagu, dia bertanya, “ini Viky Sianipar kan papi?”. Iya nak”, jawabku. Dia masih terus menyenandungkan lagu itu. Juga masih belum pas syairnya. Tentu saja, aku senang tidak kepalang.

Semakin senang lagi, semakin mendekati rumah, lagu berikutnya adalah “Dos Nangkokna, Dos Tuatna”. Sebuah lagu dengan beat yang tak kalah menghentak dengan lagu pertama. Sebagaimana biasa kalau mendengarkan lagu itu sendirian dalam perjalanan pulang pergi kantor rumah, aku bergoyang. Yeah, sambil tetap menyetir dengan hati-hati tentu saja. Abang Yeremia tak mau ketinggalan. Di belakang, adek Gabriel pun aku ajak untuk ikut menggerakkan tangan seperti layaknya manortor. Tanpa aku duga, adek Gabriel mengikuti gerakan tanganku. Seperti manortor. Semakin senang tidak kepalang rasanya. Dua Tambunan kecil itu, suka dengan musik tradisional leluhurnya yang digarap dengan serius.

Aku cuma bisa berharap, sampai nanti mereka dewasa, mereka suka dengan budaya leluhur mereka. Tanpa ada unsur paksaan dari orang lain, apalagi aku sebagai orang tuanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *