terpikir mantan pengemudi angkot atau metromini

Ini cerita dari perjalanan pulang. Dengan VarioBiru, melintas rute seperti biasa. Menjelang perempatan Otista, jalan sedikit tersendat sebelum kolong jalan tol di sekitar Cawang itu. Sudah bisa dipastikan, disebabkan antrian yang naik jalan layang yang mengarah ke tol Cikampek.

Di kolong, terdengar klakson mobil dan motor bersahutan. Seperti biasa mungkin karena semua tidak sabar dan merasa harus berada di depan. Buatku yang mengendarai motor, yang paling terasa mengganggu adalah klakson sebuah sedan putih di sebelah paling kiri jalan. Suara klakson yang cukup besar, karena mungkin pelantam klaksonnya sudah dimodifikasi menjadi yang seperti suara BMW. Entah karena tidak sabar, atau mungkin karena telapak tangannya terlalu gatal sehingga harus digarukkan ke kemudi mobilnya, sedan ini rajin sekali membunyikan klakson. Jalur paling kiri yang dipilihnya.

Aku biarkan dia berada pada jalur paling kiri sampai sebelum jembatan penyeberangan depan gedung BNN. Mungkin dia mau ke arah by pass, pikirku. Aku berada disebelah kanan belakang sedan putih itu. Persis di bawah jembatan penyeberangan supir yg telapak tangannya gatal itu mulai memasang lampu minta jalan ke kanan. Bah! Aku pikir dia mau terus ambil posisi kiri. Ternyata dia sedang teringat dengan profesi lamanya. Entah supir metromini atau angkot, mengambil jalur paling kiri untuk memotong antrian yang menuju halim atau tol Cikampek.

Naluri iseng muncul dalam benakku. Sedan putih tadi aku sejajarkan dengan motorku. Tentu saja tetap dengan jarak cukup aman. Begitu mobilnya dibelokkan ke arah kanan untuk memotong antrian naik, aku bunyikan klakson motorku yang juga sudah dimodifikasi. Entah karena kaget atau karena telapak tangannya kembali gatal, dia membalas klakson. Tidak sampai lima meter aku memepetnya untuk tidak memberi kesempatan memotong antrian. Aku pikir, biar sampai dia kesal. Kalau dia menyenggol atau menabrakku, aku sudah siap memberhentikan motor dan beradu mulut dengannya.

Tenang. Hal itu tidak terjadi. Sepertinya dia cukup sadar dengan ‘teguran’ku atas gaya menyetirnya yang ugal ugalan. Dia memperlambat mobilnya, aku memacu VarioBiru di jalan seharusnya. Belok kiri ke arah by pass untuk kemudian belok kanan setelah gedung WIKA. Minimal dia sudah aku ingatkan. Yeah, entah dia sadar atau masih terbawa naluri nyetir angkot atau metromini, biarlah. Aku juga masih harus menyusur jalan kalimalang menuju rumah.

Namun satu hal yang harusnya disadari, kesemrawutan jalanan di Jakarta, tidak semata disebabkan oleh pengemudi motor seperti dikatakan banyak orang, termasuk pengemudi mobil. Mereka yang terbiasa mengendarai metromini atau angkot, atau mereka yang belum pantas memperoleh Surat Ijin Mengemudi A, juga ambil bagian dalam kesemrawutan jalanan :-p

Dipos di Tak Berkategori
5 Komentar Tambahkan milikmu
  1. I would like to thank you for the efforts you have put in writing this website. I am hoping the same high-grade site post from you in the upcoming also. Actually your creative writing abilities has inspired me to get my own web site now. Really the blogging is spreading its wings quickly. Your write up is a good example of it.

  2. And so it should look objectively and specifically to conscientiously run a blog. I add the words of sympathy – Iza

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *