Sepanjang yang aku ketahui dalam setiap rumah adat Batak [Toba], selalu terdapat simbol atau lambang seekor hewan yang tidak pernah ketinggalan. Lambang tersebut adalah hewan cicak. Yang dalam budaya Batak disebut “Boraspatiâ€. Boraspati, melambangkan kesuburan. Bukan hanya kesuburan tanah, juga kesuburan penghuni rumah tersebut. Kesuburan berarti kemakmuran. Dan aku rasa itulah yang mendorong leluhurku dulu memajang cicak di rumah mereka. Harapan akan kemakmuran.
Dua minggu terakhir ini, sang boraspati sedang naik daun di ranah internet [facebook/blog?]. Setahuku, pemicunya adalah sebuah posting di politikana yang mengingatkan akan adanya perkataan seorang petinggi kepolisian di sebuah majalah berita ternama. Ucapan tersebut [meski telah dibantah] tidak pelak memicu gelombang dukungan terhadap lembaga yang ditengarai disebut cicak. Bahkan cicak sendiri menjadi akronim yang mendukung adanya lembaga tersebut.
Buatku pribadi, sebenarnya kehadiran lembaga tersebut tidak terlalu diperlukan. Karena sebenarnya fungsinya telah ada di lembaga sebelumnya yang terlebih dahulu ada. Namun karena pada perkembangannya lembaga-lembaga tersebut dianggap tidak bekerja maksimal [termasuk sang buaya sendiri dan ‘kampung maling’ yang pernah dipimpin seorang ustadz] bahkan beberapa oknumnya menjadi ‘santapan’ cicak, ditambah dorongan reformasi, dibentuklah lembaga cicak ini.
Dihubungkan dengan boraspati diawal tulisan ini, aku mendukung gerakan cicak yang akan dideklarasikan besok, 12 Juli 2009. Bukan karena tidak suka dengan buaya. Tapi lebih kepada harapan kepada sang cicak yang bisa member harapan, kembalinya kesuburan dan kemakmuran bangsa ini.
Salam, CICAK
cicak di dinding :
“…cicak kok mau melawan buaya…”
Gerakan Cicak Vs Buaya Ramai di Facebook
KPK Enggan Tanggapi Soal Isu ‘Cicak Vs Buaya’