Untuk pertama kali aku mencoba Go-Jek pulang. Sebelumnya merasa gak tega kepada tukang ojeknya. Karena harus engantarku pulang ke ‘Planet Lain’ :-). Terbukti pengendara pertama yang ‘menangkap’ pesananku, menelepon dan bertanya apakah aku bersedia menunggu beliau yang dari arah seberang FX plaza. Sembari bertanya di daerah mana alamat tujuanku. Setelah aku beri tahu, beliau meminta maaf tidak bisa melayani pesananku karena tujuan terlalu jauh. Tahu diri dan dengan senang hati aku jawab, “tidak masalah pak” untuk kemudian membatalkan pesanan.
Segitu jauhnya daerah tujuan sampai seorang teman yang kebetulan melintas halte juga setengah tak percaya ketika aku beritahu sedang menunggu Go-Jek sebagai kendaraan pulang. “Ngojek ke Bekasi bang?” tanyanya. “Bukan. Ke Jatibening” sahutku :-)
Akhirnya aku terima sms. Mengabarkan kalau seorang pengendara Go-Jek baru melintas di depanku dan diusir oleh security gedung.
Bukan hal aneh di gedung itu. Sudah beberapa kisah aku dengar, pengendara Go-Jek dipersulit di gedung ini. Mulai dari diusir dari halte sampai dipersulit masuk gedung untuk mengantar pesanan layanan Go-Send.
Aku balas sms pengendara Go-Jek, yang belakangan aku tahu bernama Suryo Pamungkas. Aku sebut belakangan, karena notifikasi beliau sebagai pengendara Go-Jek yang menangkap pesananku, baru bisa aku buka setelah di rumah. Mungkin lalu lintas data pada saat jam pulang sedang ramai sehingga kesulitan mendapat pesan apakah pesananku telah ada yang menangkap atau belum. Aku ketahui belakangan juga karena ada beberapa telepon dari nomor tidak terdaftar yang masuk.
Akhirnya pak Suryo memutar Pacific Place untuk menjemputku di halte. Sambil mengeluarkan helm beliau meminta maaf terlebih dahulu jika nantinya dalam berkendara aku kurang nyaman. Aku jawab tidak masalah sembari bertanya apakah beliau setuju dengan tujuan pengantaran. “Tidak apa†jawabnya. Jadilah aku diantar oleh beliau. Menyusur (sedikit) kemacetan Tendean dan Kalimalang yang sedang berantakan karena pembangunan jalan layang, aku pulang menumpang Go-Jek. Kuakui memang pak Suryo mengendara dengan pelan. Tidak masalah buatku karena aku sedang tidak mengejar waktu. Sembari menikmati suasana jalanan kota Jakarta lewat ojek. Beberapa kali ojek menemui jalan sulit. Setiap kali juga pak Suryo meminta maaf atas ketidaknyamanan yang aku alami. Dan selalu aku jawab “tidak apa pakâ€.
Sampai depan rumah, sembari turun dari ojek dan membuka helm, aku yang minta maaf kepada Pak Suryo. Mengingat perjalanan yang cukup jauh dari SCBD ke rumah. Katanya ini belum seberapa karena sebelumnya beliau pernah mengantar penumpang ke Priok yang mencapai batas maksimum pengantaran Go-Jek (25km). Sambil beliau bilang kalau beliau menyediakan kembalian ongkos seandainya dibutuhkan. Aku bilang tidak perlu sambil menyerahkan Rp25.000,-
“Banyak banget lebihnya pakâ€, katanya. “Tidak apa pak†sahutku. “Saya senang karena pertama kali naik Go-Jek pulangâ€. Sambil bilang bahwa tadinya agak sulit bagiku mendapat Go-Jek. Dan sepertinya ketika sudah naik ojek beliau ada beberapa panggilan yang aku terima yang sepertinya berasal dari pengendara yang menangkap pesananku. Hal tersebut membuat beliau sedikit kaget. “Lho, tadi Bapak sedang mengunggu ojek lain?†tanyanya. “Tidak apa pak. Mungkin sudah rejeki Bapakâ€. Aku menduga dia merasa gak enak dengan sesama pengendara Go-Jek.
Selesai meletakkan tas, aku terima sms dari pak Suryo. Ada syukur yang dituliskannya. Ada doa yang disampaikannya dalam sms tersebut. Terharu membaca isinya. Seketika aku membalas smsnya. Ucapan terima kasih dan pesan berhati hati.
Tidak lama aku menerima sms masuk. Bukan dari beliau. Namun dari penyedia jasa layanan telepon yang menginformasikan ada pesan yang dikirim dari nomor pak Suryo namun karena pulsa beliau tidak mencukupi, kepadaku ditawarkan apakah bersedia membayar biaya pengiriman sms balasan dari pak Suryo tersebut. Tanpa pertimbangan aku bayar pulsa beliau yang tak seberapa itu. Sambil tak lupa memberi lima bintang untuk layanan yang diberikan.
Pengalaman pertama menumpang Go-Jek mengajarkanku banyak hal. Bahwa berbagi kebahagiaan tidak perlu dengan biaya mahal. Bahwa bersyukur tidak perlu menunggu rejeki besar. Bahwa layanan prima tidak butuh fasilitas mahal. Bahwa berbagi bisa kita lakukan kapan saja. Bahwa di Jakarta masih banyak pribadi hebat.
Terima kasih pak Suryo â¤