Teringat sewaktu masih kecil dahulu, setiap kali akan makan, entah itu siang atau malam kalau tidak makan bersama, ibuku selalu berpesan, “ingat orang belakang…”
Bukan hendak mengatakan kalau hendak makan,selalu mengingat tetangga yang tinggal di belakang rumah. Tapi agar dalam mengambil lauk, mengingat orang yang makan belakangan. Bukan apa-apa, kalau makan bersama, hidangan dihadapi bersama. Dihabiskan bersama sama. Kalau makan sendiri-sendiri, kadang suka lupa kalau setelah kita, masih ada orang yang belum makan. Lauknya harus cukup juga untuk mereka yang belum makan.
Pesan untuk senantiasa “mengingat orang belakang” itu, selalu teringat olehku manakala dihadapkan pada situasi makan ala prasmanan. Entah itu kalau di pesta, di restoran atau hotel yang menerapkan sistem ala buffet, atau kalau makan siang di kantor. Karena kantorku menyediakan makan siang bagi karyawannya, yang dihidangkan ala prasmanan.
Bukan rahasia jika ada yang suka ‘kalap’ kalau ada kebebasan mengambil makanan dalam setiap prasmanan. Sering hal tersebut menyebabkan, orang yang antri belakangan kehabisan makanan. Tidak masalah kalau makanan yang diambil ketika kalap tadi dihabiskan semua. Menjadi masalah kalau kekalapan itu hanya berlangsung pada saat mengambil makanan saja. Tidak berlanjut saat menyantap makanan yang kadung diambil. Akibatnya, sering makanan tersiasia.
horas!