terpikir kecewa

Aku pernah kagum pada seorang di jaringan pertemananku yang kebetulan selebrita. Dia yang akan aku sebut saja sahabat selebrita, seorang penyanyi,penggubah lagu dan seorang penulis. Aku kagum padanya karena disaat dia sedang menghadapi masalah, posisi yang dipilihnya untuk mensikapi permasalahan tersebut berbeda dari orang lain yang kebetulan memiliki posisi seperti dia.

Selebrita lain, mungkin akan mengadakan konfrensi pers. Mengundang wartawan dan menjelaskan duduk persoalan [minimal versi dia]. Atau paling tidak, rekaman komentarnya dalam beberapa angel kamera berbeda, akan diulang sejak pagi hingga hampir pagi lagi, dalam beberapa hari dalam ragam infotainment. Yeah, bisa terjadi seperti itu karena terkadang dari satu rumah produksi, muncul infotaiment yang hanya dibedakan nama serta pembawa acaranya. Isinya ya itu-itu juga.

Untuk kasus serupa sahabat selebrita, yang kebetulan mengenai perpisahan dengan pasangannya, pertanyaan yang biasanya beredar adalah penyebab perpisahan. Apakah ada orang ketiga, apakah karena soal prinsip, atau sebab-sebab lain. Jawaban yang diberi biasanya juga bermacam-macam, tidak ada orang ketiga, perpisahan ini karena perbedaan prinsip, atau semacam, kami sedang mencari cara untuk saling memikirkan lagi arah hubungan ini…dan sebagainya.

Namun apa yang terjadi kepada sahabat selebrita, sedikit berbeda. Dia tidak seperti selebrita kebanyakan. Satu dua kali adalah wajar memberi jawaban kepada pemburu info. Karena mungkin dia memang harus mengklarifikasi apa yang terjadi padanya, agar orang tau hal yang sebenarnya [versi dia tentu saja]. Apa boleh buat, itu adalah konsekuensi dari posisi dia yang kebetulan selebrita. Dia merasa cukup dengan itu. Selebihnya dia diam. Aku sepakat dengan posisi yang diambilnya. Karena, menurutku, memang hanya itu yang bisa disampaikannya. Meski dia seorang selebrita, dia juga berhak atas privasi yang merupakan hak asasi setiap manusia, termasuk selebrita seperti dia.

Sikap diamnya sudah pasti membuat pemburu infomenjadi semakin ‘bernafsu’. Atas nama rating dan keingintahuan pemirsa, para pemburu info mengejar beragam informasi mengenainya, dengan berbagai cara. Hingga ada informasi yang menurut sahabat selebrita kurang tepat, namun terlanjung tayang di media. Hal ini, akhirnya mengusik sahabat selebrita.

Mungkin meminjam prinsip cover both story milik media, sahabat selebrita memberi jawaban atas apa yang terlanjur berkembang. Uniknya, jawaban yang diberikan, tidak melalui media yang sama dengan yang memuat informasi kurang tepat tadi. Sahabat selebrita memilih untuk memanfaatkan media baru. Blog. Media yang oleh seorang pakar dianggap hanya trend sesaat. Melalui media itu, sahabat selebrita meluruskan dan menjelaskan secara tuntas. Aku menangkap kesan, ada kemarahan disana. Pilihan bagus yang diambilnya. Meski memang, tidak semua penyaksi infotaiment yang sebelumnya mendapat informasi salah, mendapatkan informasi ‘benar’ tersebut. Lantaran akses media baru tersebut belum ‘sebebas’ televisi, tempat dimana infotainment tersebut ditayangkan, yang lebih bebas memasuki ruang-ruang rumah kita.

Hingga saat membaca blog sahabat selebrita itu, yang memberi ‘penjelasan gamblang’ atas apa yang terjadi, aku kagum padanya. Meski apa yang menjadi keputusannya, masih tabu dalam budaya yang mungkin sama-sama kami akrabi sejak kecil. Dengan latar belakang budaya yang sama itu pula, aku mencoba berempati kepadanya, dan sempat memberi semacam dukungan buatnya.

Namun, mendengar berita bahwa akhirnya dia memilih mengakhiri kesendiriannya, aku kecewa. Bukan saja karena akhirnya dia memilih seseorang yang menjadi ‘tersangka’ penyebab perpisahannya dengan pasangan sebelumnya. Juga karena menurutku, keputusan yang diambilnya terlalu cepat. Meski mungkin, bisa saja dia akan mengatakan bahwa ‘perpisahan’ dulu sudah terjadi sejak jauh hari.sebelum berita itu tayang di media.

Jika sebelumnya aku dan beberapa teman membayangkan ‘lagu jagoan’ dari ‘album tak biasa’ dia yang baru saja terbit, adalah semacam curhat dari sisi dia, sekarang aku merasa lagu itu lebih pas dibawakan oleh sang pasangan sebelumnya. Tapi entahlah, mungkin seperti katanya, malaikat yang tahu.

p.s. aku membutuhkan waktu cukup lama menulis postingan ini. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan. Salah satunya, ketidakbisaanku melihat lebih dalam tentang apa yang sedang terjadi. Mungkin, bila sahabat selebritaku itu membaca postingan ini, ada beberapa hal yang tidak tepat. Namun budaya yang aku akrabi sejak kecil mengajarkan satu hal dalam sebuah pepatah, “siboru puas siboru bangkara, molo dung puas sae so ada mara” yang berarti kurang lebih, lebih baik bila uneg-uneg dinyatakan saja, daripada disimpan dalam hati. Karena setelah itu legalah perasaan, tiada lagi ada yang mengganjal.

Dipos di Tak Berkategori
5 Komentar Tambahkan milikmu
  1. Ternyata pernyataan-pernyataan kontroversial di blognya hanya untuk menutupi kenyataan. Ah namanya juga selebriti, tetap sama dengan selebriti lainnya. So aku juga kecewa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *