Kemarin aku beli satu majalah yang dari sampulnya dah menarik. Liat aja judulnya “MEGA GAGAL” dengan sub judul yang lebih menarik lagi buatku, “Tolak Presiden Salib“. HAH ! Kenapa ya di negara yang katanya berdasar negara Pancasila masih ada yang beginian ?
Tulisan utama majalah ini yang hanya beberapa lembar mencoba memaparkan [kalau gak mau dibilang menjelek-jelekkan] kiprah salah satu partai peserta pemilu 2004 yang kebetulan kental nuansa agamanya. Aku bilang kental, karena partai ini didirikan oleh seorang dokter yang kebetulan pendeta dan memimpin satu organisasi yang kiprahnya lebih banyak di bidang agama.
Kiprah partai ini sendiri merupakan fenomena dalam Pemilu 2004 kali ini. Karena sebagai partai baru dan dipimpin serta diurusin oleh orang-orang yang [setidaknya menurutku] jauh dari dunia politik, mampu bertengger di urutan 11 perolehan suara sementara. Mengalahkan partai yang dipimpin oleh tokoh politik dan LSM yang udah lebih dahulu mentas di dunia perpolitikan. Jauh hari, Ketua Umum partai ini sudah mencanangkan program yang mereka sebut Yusuf 2004. Sebuah program yang menurut mereka ingin menunjukkan kiprah kaum minoritas di tengah kaum mayoritas serta membela kepentingan minoritas ini. Atau dengan bahasa mereka kurang lebih, bagaimana Yusuf bisa masuk Istana di tahun 2004.
Aku bukan anggota partai ini. Simpatiku kepada partai ini sama dengan simpatiku kepada Partai Demokrat serta Partai Keadilan Sejahtera. Dua new comer yang mampu melesat !. Secara pribadi, menurut aku apa yang mereka perjuangkan sah-sah saja. Siapapun yang berada di posisi minoritas mungkin akan mengambil posisi yang sama dengan mereka. Tanpa pretensi apa-apa, menurutku apa yang disampaikan majalah itu terlalu dibesar-besarkan. Taruhlah partai ini berhasil mencapai suara sebagaimana disyaratkan Undang-Undang sehingga boleh mengajukan calon Presiden [5%]. Tapi tetap saja menurutku tidak akan berarti apa-apa. Sebab pemilu tahap kedua akan langsung memilih presiden.
Anggota partai ini beserta simpatisannya tidak [atau belum ?] akan mampu mengalahkan partai lain. Selain itu, meski partai ini dari awal sudah kental nuansa agamanya, ternyata tidak semua pemeluk agama yang sama dengan mereka mencoblos partai ini pada saat pemilu legislatif kemarin. Aku yakin apa yang disampaikan oleh majalah ini gak bisa dikatakan representasi dari umat mereka. Tapi sayang sekali kalau majalah yang [mungkin] terbit nasional mengangkat hal-hal yang sempit dan cenderung provokatif. Salah satu argumen majalah ini yang menurutku aneh adalah, “Partai ini tidak menghormati demokrasi karena sebagai minoritas berusaha menggapai jabatan Presiden”. BAH !
Mudah-mudahan masalah sepele ini tidak menganggu proses demokrasi yang sedang berjalan di negara ini. Karena bagaimanapun, keberagaman jugalah yang membuat sesuatu lebih indah. Keberagaman lah yang mungkin membuat kita semakin kuat. Jayalah keberagaman ! Jayalah Indonesia !.