Sebagaimana diketahui terjadi kecelakaan beruntun di jalan tol Jagorawi. Kalau mau jujur sebenarnya kecelakaan seperti ini merupakan hal biasa di jalan tol itu. Yang tidak biasa mungkin ‘penyebab’ kecelakaan ini. Konon, terjadi karena polisi menghentikan kendaraan yang dari Bogor menuju Jakarta karena rombongan Presiden akan melintas. Dari Cikeas !. Eits…tunggu dulu…padahal kalau tidak salah, kemaren itu sewaktu terpilih menjadi Presiden, Pak SBY memutuskan untuk tinggal di Istana agar tidak mondar-mandir Istana Merdeka – Cikeas yak ?. Ah…entahlah !
Buatku, polisi merupakan pihak yang pertama sekali harus diminta pertanggungjawabannya terhadap kasus ini. Tapi apa yang terjadi ? Hanya beberapa jam setelah kejadian, pihak kepolisian langsung menetapkan tersangka [belakangan seorang yang telah meninggal dijadikan tersangka !]. Sebuah prestasi yang membanggakan dari kepolisian. Itu kalau hal [penanganan/ penyelidikan super cepat !] ini berlaku buat semua kejadian kecelakaan. Tapi mungkin memori ingatanku sudah rusak parah sehingga tidak bisa mengingat kapan terakhir kalinya polisi melakukan hal ini.
Selain itu polisi juga tidak mengantisipasi lalu lintas di jalan tol untuk prosedur pengamanan VIP. Mungkin benar kalau protap [prosedur tetap ?] pengamanan dan pengawalan rombongan VIP telah dijalankan. Konon protap kawal ini adalah, sepuluh menit sebelum rombongan VIP melintas jalan harus sudah steril. Tapi, apakah semudah itu ?
Yang lebih konyol lagi, polisi menyalahkan juga Bis Garuda yang berada di posisi paling belakang dari rangkaian tabrakan beruntun itu. Mulai dari ban gundul hingga baut yang tidak lengkap. Padahal kita tau kalau setiap tahun semua kenderaan bermotor harus melewati proses pemeriksaan di SAMSAT yang salah satu elemannya adalah polisi. HAYYO !!!
Selain dari urusan polisi, seperti aku tulis di atas media juga mendapat lahan untuk mencari uang. Saban hari selama liburan selalu ada berita soal ini. Yang paling menarik adalah komentar dari seorang pembawa berita dari stasiun televisi berita di Kedoya. Sang pembawa berita yang kebetulan wanita cantik beranak satu ini bertanya kepada pihak RS UKI, “Bagaimana bentuk perhatian pemerintah kepada para korban”. Oleh RS UKI dijawab, “Pemerintah meminta kami untuk memberi pelayanan terbaik buat para korban”. Kemudian si pembawa berita bertanya di kelas berapa korban ditempatkan. Pihak RS UKI menjawab bahwa para korban ditampatkan di kelas 2 karena memang begitu standar prosedur di UKI.
Nah bagian paling lucu buatku adalah si pembawa berita seolah hendak menjadi pahlawan dengan mempertanyakan hubungan kelas dua ini dengan tekad pemerintah untuk memberi yang terbaik. Memangnya harus kelas berapa, mBak ? Kelas satu ? Kelas VIP ? Apakah kelas merupakan jaminan perhatian yang besar mBak ? Mbak…Mbak….cakep-cakep koq OON siy !?
Soal politisasi kasus ini, di satu stasiun televisi semalam aku mendengar Saudara Agung Laksono [pakai saudara karena dia wakil rakyat. Bukankah secara otomatis kita sebagai rakyat menduduki tempat lebih tinggi dari beliau ?] sebagai Ketua DPR membuka kemungkinan pembentukan pansus untuk masalah ini. HAH !?!? Kalaupun berita ini benar, aku pikir DPR semakin kebablasan ! Sebab, kecelakaan sebelumnya yang meminta korban lebih banyak tidak pernah ada pansus-pansus-an. Gimana siy, Pak ? Plis deh !