Tiga kata ini mendadak ngetop belakangan. Seiring dengan ramainya silang pendapat soal filem remaja yang mengambil judul tiga kata itu. Gak tau siapa yang mendahului, tapi aku sendiri mendengar langsung penolakan atas filem itu di Gedung BEJ saat ada pengajian yang disampaikan oleh A’a Gym. Mungkin memang beliau yang lebih dahulu melontarkan kritiknya sehingga akhirnya yang berkembang adalah perseteruan antara A’a Gym di satu sisi dan Raam Punjabi di sisi lain sebagai produser.
Menderasnya perlawanan terhadap judul filem yang oleh A’a Gym dianggap tidak pantes, membuat Pak Raam menghentikan peredaran filem itu meski tengah diputar di bioskop. Judul filem ? Yeap ! Judulnya lah yang dipermasalahkan. Setidaknya itu yang aku dengar sendiri. Entah di tempat dan oleh orang lain. Karena dari diskusi [yang beberapa akhirnya memanas] maya di beberapa milis, aku tau kalo ternyata isi filemnya sendiri ‘gak ada apa-apanya’.
Menariknya, tidak lama setelah penarikan filem ini ada pula komunitas yang menolak penarikan filem ini dengan dalih memberangus kebebasan berekspresi. Kelompok ini menamakan diri EKSPRESI singkatan dari Eksponen Pendukung Kebebasan Berekspresi. Kalau melihat daftar pendukung, banyak diantaranya merupakan nama besar di dunia seni atau aktivis di tanah air. Gonawan Mohammad, Ratna Sarumpaet, Riri Riza hingga Ulil Abshar-Abdalla adalah beberapa diantara penandatangan
Secara pribadi, aku menyayangkan ikut-ikutannya nama besar itu dalam urusan seperti ini. Kalau mereka menamakan diri pendukung kebebasan berekspresi, tdak pernahkah mereka melihat kebebasarn berekspresi yang tengah mereka bela telah salah kaprah di televisi Indonesia ? Dimana Hantu, darah, sms, atau mimpi [rumah mewah dan mobil bagus dan jadi idola !] menjadi santapan mata kita sehari-hari. Sayang memang.
Satu hal yang perlu aku tuliskan disini adalah, ada satu peserta milis yang menyayangkan A’a Gym lebih concern terhadap filem itu daripada korupsi. Sebagai orang yang sering mendengarkan A’a Gym aku mau bilang ke orang itu, kalo A’a Gym acapkali menyindir soal korupsi ini. Namun seperti apa yang pernah aku dengar, korupsi di negara ini sudah berjamaah. Sudah dilakukan oleh banyak orang. Mulai dari eksekutif, dan sekarang ramai calon legislatif yang sedang disorot soal korupsi. Kalau sudah begini, apa yang dulu sering tertulis di belakang bis kota musti dimodifikasi : ‘sesama koruptor dilarang saling mendahului‘. Atau kalo kata tukang obat pinggir jalan : ‘satu guru satu ilmu, jangan saling ganggu !‘